Lompat ke konten

PSP FPIK UB, Mengikuti Pendidikan Bela Negara Tingkat Jawa Timur

  • oleh

PENDIDIKAN BELA NEGARA

ANTAR ORGANISASI PEMUDA LINTAS AGAMA

Oleh : Shofiatul Kholisoh

Bela negara, kata Mantan Panglima TNI Jenderal Purnawirawan Moeldoko, bukan soal memegang senjata, tapi soal rasa memiliki negara.

Tiga setengah abad Indonesia dijajah. Kekayaannya membuat penjajah jatuh cinta. Berbagai strategi dijalankan. Kerja paksa pun dengan bengis memeras keringat bangsa Indonesia. Tua, muda, pria, maupun wanita menjadi budak di kerajaannya sendiri. Seolah tengkorak hidup yang terbakar, raga mereka  hanyalah tulang berbalut kulit yang hitam legam . Beruntung, jiwa mereka hidup. Adat tetaplah adat. Kebiasaan hidup gotong royong menyatukan mereka. Meskipun untuk menyatukan bangsa yang besar diperlukan waktu sangat lama, tetapi darah para pejuang mampu mengantarkan Indonesia meraih kemerdekaannya.

 

Kini tujuh puluh tahun sudah Indonesia merdeka. Namun belum satu pun cita-cita bangsa ini tercapai. Banyak generasi muda yang putus sekolah menunjukkan kehidupan  bangsa ini belum cerdas. Yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin menggambarkan betapa jauhnya negara ini dari kesejahteraan. Hukum terletak pada kekuasaan membuktikan bahwa keadilan ini belum merata. Mengapa ini terjadi?

 

Lihatlah sejarah, Indonesia merupakan negara ketiga di bumi Nusantara. Kerajaan Sriwijaya yang menjadi awal dari sistem pemerintah di bumi ini, hancur, karena perang saudara. Selanjutnya Kerajaan Majapahit yang hancur pula karena perang saudara. Indonesia pun akan hancur apabila keadaannya tetap seperti ini. Tidak ada kedamaian, yang ada hanyalah kepentingan golongan.

 

Waktu terus berjalan. Tetapi semangat bangsa barat untuk menguasai kekayaan Indonesia tak pernah hilang tergerus waktu. Sungguh keberkahan yang dimiliki Indonesia mengundang keserakahan manusia tanpa hati. Meski kemerdekaan adalah hak segala bangsa, rasanya itu tidak berlaku bagi negara Indonesia. Penjajah terus berdatangan. Wujudnya pun mengikuti kemajuan zaman. Proxy War  menjelma menjadi penjajah era baru.

 

Menurut Jenderal Moeldoko, proxy war adalah peperangan di mana lawannya tidak langsung berhadapan dengan negara kita, namun memanfaatkan pihak ketiga supaya bisa mengalahkan musuhnya. Cara paling mudah adalah merusak atau meracuni generasi muda dengan kegiatan negatif yang membuat mereka lupa untuk membangun kehidupan mereka menjadi lebih baik.Proxy war tidak akan disadari korbannya karena strategi yang digunakan cukup cerdik. Para korban akan merasa senang terhadap kegiatan negatif tersebut. Jenderal Moeldoko mencontohkan, ada 50 orang meninggal setiap harinya karena mengkonsumsi narkoba tetapi orang-orang tersebut terlihat menikmati atas kekalahannya. Contoh lain anak-anak muda saat ini pasti lebih senang mendatangi rumah makan siap saji dibandingkan singgah di rumah makan Padang. Mereka menikmati dengan baik, padahal mereka adalah korban dari perang ekonomi.

Saat ini ada tiga permasalahan besar yang dihadapi oleh Indonesia. Permasalahan yang tanpa disadari merupakan buah dari Proxy War. Jangan di sangka masalah tersebut tidak saling berkaitan. Memang berbeda aspek, tetapi semua saling berkaitan dan berpotensi memecah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Jangan ditanyakan, saat NKRI itu pecah, maka Indonesia hanya akan tinggal nama, seperti Sriwijaya dan Majapahit.

Pertama adalah narkoba,

berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN) sepanjang Maret 2016 ada sekitar 4,2 juta orang pengguna narkoba di Indonesia (belum termasuk pengguna psikotropika dan zat adiktif lainnya). Dari jumlah tersebut sebanyak 70% penggunanya adalah pekerja, 22% adalah pelajar dan mahasiswa, sedangkan 8% adalah pengangguran. Jumlah tersebut dapat bertambah setiap detiknya. Tentu, seiring meningkatnya jumlah pengguna narkoba akan semakin mendekatkan Indonesia pada kehancuran. Usia produktif yang mendominasi pengguna narkoba seharusnya mampu aktif membangun Indonesia menjadi lebih baik, bukan malah terpuruk dalam kenistaan yang terlaknat. Apalagi beberapa kasus narkoba singgah di beberapa nama anggota pemerintahan.

Kedua, korupsi para penguasa. Berdasarkan data KPK per 31 Maret 2016, di tahun 2016 KPK melakukan penyelidikan 24 perkara, penyidikan 17 perkara, penuntutan 17 perkara, inkracht 12 perkara, dan eksekusi 17 perkara. Tentu sangat memprihatinkan jika dipandang dari segi fungsi pemerintahan. Hal ini menunjukkan Indonesia sedang mengalami krisis pemimpin yang berintegritas tinggi. Tidak hanya cakap berbicara,  tetapi pemimpin yang amanah sangat diperlukan di negeri ini. Beruntung Jokowi sedang menggerakkan revolusi mental yang berupa nation building, character building, dan social building. Sehingga dharapkan kelak melahirkan pemimpin yang bekerja sesuai undang-undang dan norma yang berlaku.

 

Ketiga adalah terorisme. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyatakan sepanjang Januari 2016 terdapat 2,7 juta orang Indonesia terlibat dalam serangkaian serangan teror. Angka yang fantastis menunjukkan bahwa sekitar 1% penduduk Indonesia berusaha memecah bangsanya sendiri. Itu yang hanya diketahui oleh BNPT. Sedangkan saat ini banyak kegiatan tersembunyi yang berusaha mengganti ideologi NKRI dengan apalah itu, bahkan ingin merubah NKRI menjadi khilafah atau yang lain.

Memang keadaan bangsa ini sangat memprihatinkan. Di tambah lagi generasi muda yang  lebih menyibukkan diri dengan berselancar di dunia maya, saling berlomba-lomba memamerkan barang branded  yang notabene adalah produk asing, yang lebih parah lagi mereka gemar mengkritik kebijakan pemerintah tetapi tidak pernah memberi solusi. Rasa kepemilikan bangsa ini telah luntur. Generasi muda yang seharusnya memikirkan masa depan bangsa justru tidak peduli dengan keadaan bangsanya. Mereka lupa perjuangan nenek moyangnya. Mereka tidak ingat bumi yang di injaknya adalah darah para pejuang. Jika sudah begini, siapa pemilik Indonesia?

Dari berbagai permasalahan  yang timbul akibat proxy war yang melanda Indonesia melahirkan kekhawatiran yang besar. Sehingga Kementerian Pertahanan RI memprogramkan 100 juta kader bela negara dalam 10 tahun. Hal ini dimaksudkan untuk kembali menumbuhkan rasa cinta terhadap NKRI. Indonesia akan tetap hidup, tetap merdeka, dan semakin jaya jika seluruh warga Indonesia memperjuangkan keutuhan NKRI.

Mari tumbuhkan kesadaran dalam hidup kita, tanamkan kembali rasa cinta terhadap NKRI, dan rebut kembali Indonesia dari ketidakpedulian. Ingatlah butuh jutaan nyawa untuk mendapatkan kemerdekaan, kini cintai dan miliki kembali Indonesia. Perangi apapun itu yang mengancam keutuhan NKRI. Kalau bukan kita, siapa lagi?

Tinggalkan Balasan